PEMBALASAN ARWAH SANTRIWATI EPISODE SEPULUH

Teror terus berlanjut dimalam berikutnya, selama seminggu telah terjadi barang yang hilang dan banyaknya santri dihukum. Meskipun mereka mengelak karena tak pernah merasa mencuri benda yang ditemukan saat penggeledahan berlangsung. Seisi pesantren kian resah, dalam waktu yang cukup singkat, telah terjadi pencurian beruntun. Meski para santri yang dihukum tetap bersikeras membantah, mereka merasa tak pernah melakukan hal demikian. Hingga suatu malam, kejadian mengerikan telah membuat gempar seluruh pesantren. Santri yang mendiami kamar paling ujung diantara barisan kamar yang lain, ditemukan meinggal secara mengenaskan. Jasadnya terbujur kaku, dengan meninggalkan luka bekas gigitan hewan bertaring. Jilbabnya bersimbah darah, kedua matanya masih terbuka lebar meski sudah tak bernyawa. Peristiwa ini membuat semuanya heboh sekaligus menimbulkan tanda tanya besar bagi semua santri yang ada. Mengapa kejadian ini terasa seperti sangat tiba-tiba? Padahal jika diingat sebelumnya, pesantren ini aman tanpa gangguan. Kemudian para ustad dan pembimbing yang ada di pesantren mulai berencana untuk membagi tugas keamanan, semua bersiaga dan mulai berjaga pada jam-jam malam. Namun, meskipun sistem penjagaan telah dilakukan. Pihak pesantren tetap saja merasa kecolongan. Ada saja barang yang hilang meski penjagaan telah diperketat. Semuanya jadi terheran dengan fenomena aneh yang melanda pesantren tersebut, saking hebohnya, kabar tersebut mulai terdengar oleh warga disekitaran wilayah yang tak begitu jauh dari lokasi tersebut. Tak heran jika pesantren tersebut mulai menjadi sorotan warga, dan menjadi perbincangan hangat dikalangan warga seputaran area itu. *** Senja telah tiba, matahari mulai bersembunyi di balik cakrawala, cahayanya perlahan berubah memerah mengikuti alur waktu, hingga malam menghampiri dan kegelapan mulai menyelimuti. Malam ini, di bulan selanjutnya, bertepatan dengan malam jum'at kliwon, setelah kesekian kalinya kasus kehilangan barang telah terjadi, dan membuat seisi pesantren gaduh dan cemas. Seperti biasa, aku mulai kehilangan kendali atas diri ini. Seluruh tubuh bergetar hebat, layaknya orang yang sedang meriang. Meski tampak terlihat seperti sakit yang biasa. Namun tidak untukku! Aku merasa sangat kesakitan, sekujur tubuh terasa sangat panas, rasanya seperti terbakar namun warna kulit tak menunjukan adanya gejala perubahan yang nyata. Hanya saja, semua yang kurasakan ini benar-benar sangat menyiksa. Pendar cahaya lampu tiba-tiba berubah, tak seperti biasanya. Benda tersebut berkedip-kedip layaknya lampu yang hampir rusak, namun beberapa saat kemudian dia menyala terang kembali. Kemudian, secara perlahan warnanya berubah, merah pekat. Bila menyebut lampu tersebut seperti cahaya remang-remang, itu salah! Warnanya memang merah pekat! Sama dengan perubahan warna gaun yang kukenakan saat ini, warna yang sepadan dengan cahaya lampu tersebut. Aku pasrah jika akhirnya tubuh ini kembali dikendalikan oleh makhluk yang kini telah menguasai diriku. Perlahan namun pasti, makhluk ini mulai membawaku bangkit. Dia bergerak melayang, lalu keluar dengan cara menembus pintu. Aku sadar sepenuhnya saat makhluk ini membawaku pergi keluar area pesantren. Meski yang bisa kulakukan hanya sekedar melihat apa yang dia lihat. Karena sejujurnya, tubuh ini sudah sepenuhnya dikuasai olehnya. Di area halaman pesantren, banyak sekali orang berjaga. Namun tak ada satupun orang yang menyadari kehadiranku saat melewati barisan penjagaan yang mereka lakukan. Sekilas, aku masih bisa melihat beberapa orang yang berjaga mulai mengusap tengkuk mereka, ada juga yang saling berpandangan satu sama lain, disusul pergerakan tubuh mereka yang mulai bergidik karena merasa merinding saat aku menyelinap melewati barisan mereka. "Zal, kamu enggak ngerasa merinding?" Tanya salah seorang penjaga kepada teman di sebelahnya. "Iya, Gus, tadi malah terasa seperti ada angin yang lewat. Dinginnya itu loh, beda." Sahut temannya sambil mengusap kedua tangan. Mereka saling bersitatap kemudian bergidik ngeri. Lalu tak lama kemudian mereka berpindah tempat karena merasakan ada yang aneh di sekitar mereka. "Ayo kita pindah aja, Zal. Disini hawanya sudah enggak enak, tiba-tiba saya juga merinding nih." Ujarnya sembari mengusap tengkuk leher. Lalu disahut oleh temannya, mereka berdua setuju untuk berpindah dari tempat mereka berjaga sebelumnya. Setelah kedua penjaga tadi berlalu meninggalkan tempatnya berjaga, makhluk ini kemudian membawaku berkeliling area halaman. Meski awalnya aku tak begitu memahami, namun lambat laun akhirnya aku mengerti. Makhluk yang ada bersamaku kini, memang berniat untuk mengusir semua penjaga yang ada, memberikan hawa mistis di sekitar agar semuanya berpindah, dan kefokusan penjagaan mulai terpecah belah. Tak butuh waktu lama, usaha dalam membubarkan penjagaan benar-benar membuahkan hasil. Tidak ada satupun santri yang berjaga, betah untuk berlama-lama di tempatnya. Mereka serempak merasakan 'hawa aneh' yang membuat bulu kuduk mereka merinding. Kemudian mereka kompak satu sama lain untuk menuju masjid yamg letaknya tak jauh dari halaman. Mungkin mereka merasa, di masjid merupakan tempat lebih aman, sembari tetap mengawasi daerah sekitar. "Usaha mereka cukup gigih, mereka tetap bersikeras untuk mengawasi, meskipun jarak pandang pengawasan mereka jadi berkurang." Ucap lirih makhluk itu sembari matanya tetap memperhatikan para santri yang mulai duduk di teras masjid. "Tapi ini sudah cukup, aku akan mulai menebar teror lagi dimalam ini." Sambung makhluk itu, suaranya seperti tertahan di tenggokan, mendengarnya saja sudah membuat siapapun merinding ketakutan. "Lalu apa rencanamu kali ini? Apakah kita akan mencari dan memakan darah menjijikan kesukaanmu itu lagi? Sungguh, sejujurnya aku sangat benci jika sesuatu seperti itu harus masuk kedalam mulutku." Keluhku menahan kesal, meski aku tahu. Aku bisa hidup kembali karena 'menumpang hidup' menggunakan jasad makhluk ini. Mahkluk tersebut tak menjawab, yang semula tengah memperhatikan para penjaga di teras masjid. Kini pandangannya dialihkan ke arah salah satu bangunan yang ada di ujung pesantren ini. Ya, itu rumah milik Pak Kyai, pemilik pesantren ini! Dia lalu beranjak meninggalkan tempat semula, lalu perlahan melayang menuju rumah di ujung pesantren ini. Sekilas aku sempat melihat, area yang kami lalui menimbulkan sedikit hal yang tak lazim. Pendar cahaya lampu di sekitar area yang kali lewati tiba-tiba berubah jadi memerah. Bahkan ada beberapa lampu yang berkedip-kedip lalu kembali menyala normal setelah keberadaan kami telah cukup jauh. Sementara itu, di teras masjid mulai ramai para santri yang berjaga menyuarakan kalimat istighfar. Bahkan ada beberapa diantaranya menyuarakan takbir saat melihat fenomena aneh yang terjadi di sekitar area yang kami lalui. Mereka hanya menggaduh, namun tak sedikitpun berani mendekati. Setelah kami berdua sampai di depan rumah milik Pak Kyai, pandanganku mulai menerawang menembus dinding, di dalam sana. Pak Kyai tengah tidur terlelap, sedangkan Bu Nyai, entahlah di mana beliau berada sekarang. Makhluk tersebut lalu masuk ke rumah itu, menembus semua dinding yang ada seolah tanpa hambatan. Akhirnya kami berdua sampai di tepi ranjang, berdiri tepat di samping beliau terbaring. Aku sudah bisa menebak, makhluk ini pasti ingin membunuh Pak Kyai karena saat ini, kondisinya benar-benar sangat mendukung! Dengan sekuat tenaga, aku berusaha menolak keinginan makhluk ini mencelakai Pak Kyai, namun apa daya, makhluk tersebut lebih berkuasa. Hingga saat makhluk ini menggigit leher Pak Kyai, lalu menghisap darahnya sampai habis tak tersisa. Aku hanya bisa menahan tangis, tak mampu mencegah. Setelah makhluk tersebut menuntaskan hajatnya, ia tersenyum puas. Matanya menatap tajam ke arah jasad Pak Kyai yang sudah tak bernyawa. Kemudian makhluk tersebut membawaku pergi meninggalkan tempat itu dan kembali ke kamarku. Sepanjang perjalanan kembali ke kamar, para santri yang berjaga masih riuh menyuarakan takbir dan istighfar. Beberapa diantaranya justru membaca lantunan ayat suci Al-Qur'an. Sontak saja saat lantunan ayat suci terdengar, makhluk tersebut berusaha menghindar dan bergeser sedikit lebih jauh dari arah suara yang berasal dari masjid. Kami berdua terpaksa keluar dari area pesantren, karena makhluk ini masih sepenuhnya mengendalikanku. Mungkin dia juga merasa tak tahan mendengarnya, hingga akhirnya memutuskan untuk tidak kembali ke kamarku sementara waktu. "Kita akan menyelamatkan diri terlebih dahulu, suara gaduh mereka membuatku tak tahan jika harus lama berada disana." Ucap lirih makhluk tersebut sembari melayang dan membawa kami berdua menjauh dari area pesantren. Aku mulai merasa resah, jika saat ini kami harus keluar area pesantren. Aku sangat khawatir, sepertinya kami akan mencari korban di luaran sana sebagai penggantinya. *** Bersambung...

Comments

Popular posts from this blog

Opor ayam kuning spesial

Sop tahu udang

Kuntilanak diperumahan kosong