PEMBALASAN DENDAM ARWAH SANTRIWATI EPISODE TIGABELAS

Malam yang kami lalui terasa sangat lama, waktu seolah berjalan sangat lambat hingga kami mampu menebar teror dari rumah satu ke rumah lainnya dalam rentang waktu yang singkat. Bahkan dalam semalam, kami mampu menjarah tiga desa. Karena letak perkampungan ini sangat padat dan jarak yang cukup berdekatan. Suasana perkampungan warga yang kami hampiri pun cukup sunyi, mengingat ini adalah malam jum'at kliwon. Semua warga memilih untuk berdiam diri di rumah. Hanya ada beberapa pemuda yang sudah terbiasa berkumpul di pinggir jalan, sembari menghabiskan waktu malam dengan bermain gitar. Setiap perkumpulan anak muda yang kami temui diperjalanan, selalu kami takut-takuti dengan hadirnya kami di dekat mereka. Tak butuh waktu lama, hanya dengan menampakan diri kami di hadapan mereka, cukup membuat mereka lari terbirit-birit. Satu-persatu rumah warga yang kami hampiri, semua pemiliknya langsung pingsan saat melihat wujud kami. Bahkan ada beberapa rumah yang penuh dengan penghuni, mereka semua tak mampu untuk melihat kedatangan kami. Ada yang melakukan perlawanan, namun karena ilmu kebathinan sang pemilik rumah belum cukup untuk melawan makhluk bergaun merah yang ada bersamaku kini, mereka pun akhirnya terkapar lemah dan berakhir pingsan. Bahkan ada beberapa juga yang menjerit histeris karena ketakutan, hingga mencuri perhatian tetangga sebelah rumah. Mereka langsung datang berbondong-bondong demi memeriksa keadaan sang pemilik rumah. Namun, saat mereka datang dan memenuhi rumah yang kami datangi, para tetangga hanya menemukan sang pemilik rumah yang sudah terbaring lemah tak sadarkan diri. Tapi tak ada satupun yang menyadari dan melihat kehadiran kami di situ. Saat kami berdua hendak keluar melewati sekumpulan para tetangga yang sedang berkumpul, aroma busuk mulai menguar hingga membuat orang yang hadir disitu menutup hidung serentak tanpa aba-aba. Kulihat juga ada beberapa ibu-ibu yang tidak tahan saat mencium aroma busuk yang menguar, dengan kompak lalu menutup mulutnya, mereka terlihat tengah menahan mual tak terhingga. Bahkan ada beberapa orang yang langsung berlari keluar rumah lalu memuntahkan isi perut mereka yang sudah bergejolak parah. Kami hanya menembus melewati mereka dengan santainya, seolah tak punya beban apapun saat meninggalkan rumah yang telah dipenuhi kerumunan orang-orang. Untungnya tak ada satupun orang yang mampu melihat kami saat melintas melewati mereka. *** Sampai hari telah mendekati sepertiga malam terakhir, aku memaksa makhluk bergaun merah ini untuk kembali ke pesantren, tempat dimana aku seharusnya kembali. Terlebih, aku juga ingin mengetahui bagaimana situasi dan kondisi lingkungan pesantren sejak Pak Kyai terbunuh semalam. Makhluk ini juga seakan tahu kapan waktu untuk berhenti, ia lalu membawaku kembali ke pesantren. Jalan yang kami lalui pun hampir sama saat pertama kali kami memasuki wilayah perkampungan warga. Kami melayang melewati beberapa rumah penduduk, sambil sesekali mendapati beberapa rumah yang masih dipenuhi kerumunan orang. Karena ulah kami berdua semalam, hingga bisa membuat kegaduhan sangat riuh bagi seisi kampung. Beberapa kali aku ingin berhenti, sekedar untuk melihat kondisi rumah yang sempat kami datangi semalam. Tapi makhluk bergaun merah ini terus saja membawaku pergi, seolah tak peduli dengan apa yang sudah diperbuat olehnya. *** Sesampainya di pesantren, dugaanku ternyata benar. Seisi pesantren dibuat gaduh karena telah mendapati jenazah Pak Kyai sudah terbujur kaku dan dibungkus oleh kain kafan. Ada beberapa yang sibuk untuk mengurusi jenazah beliau, ada beberapa pula yang masih berkumpul di masjid. Aku yang baru saja tiba dari 'perjalanan astral' langsung saja menghampiri, karena kupikir mereka masih tidak bisa melihatku. Dari yang kulihat, para santri dan pengurus yang lain serempak marah dan geram atas apa yang menimpa Pak Kyai, mereka juga terlihat kompak untuk mencari tahu siapa dalang dibalik kematian Pak Kyai. Namun tanpa kusadari, ada salah seorang santri yang melihatku tengah ikut berkumpul dalam kerumunan mereka, sontak saja ia langsung menjerit histeris saat melihatku. Para santri yang lain pun serempak menjauhiku. Bahkan ada beberapa orang yang langsung loncat dari tempat duduknya semula. Mereka ketakutan saat melihat wujudku sudah berubah menjadi manusia biasa, namun bekas noda darah yang melekat di mulutku itulah yang membuat mereka seketika ketakutan. Ada juga bercak noda darah yang membasahi jilbab lebar yang kugunakan. Dalam waktu singkat, kegaduhan di aula mesjid mulai menyeruak keluar dan mengundang perhatian beberapa orang yang sedari tadi masih sibuk mengurusi jenazah Pak Kyai. Aku pun sempat bingung dengan apa yang kulakukan, hingga beberapa orang yang tadinya mengurusi jenazah Pak Kyai ikut hadir di aula mesjid. Aku melihat ada satu orang pemuda, entah siapa. Karena aku sendiri pun baru kali ini melihatnya. Pemuda itu terlihat maju ke arahku, lalu merapalkan beberapa doa sambil terus memegang tasbih yang digenggamnya. Sontak saja, hal itu membuat tubuhku bergetar hebat, rasa panas mulai menjalar ke sekujur tubuh, lalu dalam waktu singkat. Aku terjatuh lemas di lantai aula masjid tersebut. Sementara itu, disaat yang sama. Makhluk bergaun merah itu keluar dari tubuhku, ia tertawa melengking dan membuat seisi aula menggema dengan suaranya. Beberapa santri mulai menutup telinga mereka karena tak tahan akan lengkingan suaranya. Namun sepertinya hal itu tidak berpengaruh apapun pada pemuda tadi. Ia masih saja berdiri paling depan di antara barisan para santri yang masih sibuk bertahan sambil menutup telinga mereka. Saat pemuda tersebut telah selesai melafalkan doa, kemudian ia memutuskan tasbih yang sedari tadi ia genggam, lalu butiran tasbihnya ia lempar ke arah makhluk bergaun merah yang ada di hadapannya. Makhluk bergaun merah tersebut langsung terbakar, nyala apinya benar-benar besar diiringi suara tangisan yang memilukan. Para santri yang ada di belakang pemuda tadi pun, akhirnya bisa menyaksikan apa yang ada di hadapan mata mereka tanpa perlu menutup telinga lagi. Beberapa saat kemudian, makhluk tersebut raib tak berbekas. *** Setelah melihat fenomena aneh yang jarang disaksikan tadi, kemudian para santri beserta pemuda tadi langsung menghampiri tubuhku yang masih terkulai lemah di lantai aula masjid. Sekilas jika kulihat, pemuda tersebut sangat tampan. Dengan jenggot rapi dan balutan sorban yang melingkar di lehernya. Ia mengajakku berbicara sejenak, sembari disaksikan oleh para santri yang masih ada saat fenomena mengerikan tadi. "Herlina, namamu Herlina kan?" Tanya pemuda tersebut sesaat setelah ia menghampiriku lalu duduk bersila di dekat tempatku terbaring. "Iya, mas. Saya Herlina. Maafkan semua kesalahan saya, selama ini saya telah membuat seisi pesantren menjadi tak tenang seperti ini. Maafkan saya juga, karena akibat ulah saya, Pak Kyai harus meninggal dengan cara mengenaskan, sungguh. Saya tidak mau hal ini terjadi, jika saja bukan karena ayah saya yang bersekutu dengan iblis dan berusaha membuat saya hidup kembali, mungkin semua hal ini tidak akan terjadi." Jawabku menjelaskan seraya terisak, bulir-bulir bening mulai jatuh membasahi pipi. Pemuda tersebut hanya tersenyum mendengar penjelasanku, melihat senyumnya benar-benar mampu untuk menenangkan hati ini. "Biarlah semua yang terjadi, itu sudah menjadi takdir illahi. Semuanya takkan terjadi jika bukan atas kehendakNYA. Biarkan saya dan semua yang hadir disini mendoakanmu, semoga kelak kamu bisa kembali ke tempat dimana seharusnya kamu berada saat ini." Sahutnya, kemudian pemuda itu mengangkat kedua tangannya seraya berdoa. Di ikuti oleh para santri lain yang ikut mengangkat kedua telapak tangannya sembari mengikuti arahan pemuda tersebut. Perlahan namun pasti, tubuhku seolah bersinar sangat terang. Lalu disusul dengan menghilangnya tubuhku dari hadapan para santri dan pemuda tersebut. *** Beberapa hari kemudian, pihak pesantren beserta pemuda tadi berniat untuk mendatangi rumah milik ayah Herlina. Dengan maksud damai dan ingin membawa ayah Herlina agar bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Sejak kejadian mengerikan yang terjadi di pesantren beberapa waktu lalu, hal tersebut membuat seisi pesantren tahu bahwa Ayah Herlina salah dalam mengambil keputusan. Sampai harus bersekutu dengan iblis demi menghidupkan anak semata wayangnya. Namun, saat rombongan pesantren itu sampai di rumah Ayah Herlina. Mereka tak mendapati siapapun di sana. Mereka hanya melihat seisi rumah sudah dalam kondisi berantakan, perabotannya seakan ada yang mengobrak-abrik hingga beberapa bagian rumah terlihat hancur. Mereka juga menemukan potongan baju yang mungkin milik ayah Herlina, potongan baju tersebut seolah sobek karena terkoyak oleh cakar yang tajam. Hingga meninggalkan noda darah. Bahkan darah yang ada bisa terlihat di beberapa bagian rumah ini, masih terlihat segar. Namun dari rombongan pesantren yang hadir beserta pemuda itu, tak ada yang tahu kemana perginya Ayah Herlina, hingga menimbulkan misteri yang masih belum terjawab sampai saat ini.

Comments

Popular posts from this blog

Opor ayam kuning spesial

Sop tahu udang

Kuntilanak diperumahan kosong