PEMBALASAN DENDAM ARWAH SANTRIWATI EPISODE DUABELAS
Makhluk bergaun merah itu membawaku berjalan dan menghabiskan waktu di perkampungan warga ini. Melayang mengitari setiap sudut lorong, melewati pemukiman ini sembari menyebar teror.
Ia tak segan-segan untuk menampakan diri, ketika melihat ada sekumpulan anak muda yang masih bercengkrama saat malam semakin larut. Ditambah cahaya penerangan dari setiap rumah yang temaram, dan situasi sekitar sudah semakin sunyi.
Suasana ini benar-benar sangat mendukung untuk menebar teror.
Kami menghampiri sekumpulan anak muda itu, kemudian dengan perlahan mulai menampakan wujud kami pada mereka. Gaun yang dikenakanku terlihat berwarna merah pekat, dihiasi oleh beberapa bercak darah yang masih menempel pada bagian bibirku.
Salah satu dari anak muda itu ada yang melihat penampakan wujud kami, lalu dengan gerakan secepat kilat, ia berlari tanpa disuruh.
Beberapa temannya pun refleks ikut berlari tanpa diminta, bahkan kulihat ada beberapa dari mereka yang sempat melirik ke arah kami sambil terus berlari. Mereka berhamburan tak tentu arah, bahkan ada pula yang terjatuh dan meninggalkan alas kaki mereka.
Dalam sekejap, tempat tersebut langsung sepi ditinggalkan sekumpulan pemuda itu. Diiringi kegaduhan dan suara teriak saling sahut.
Tentu saja, hal itu membuatku tertawa saat melihat tingkah mereka yang sangat ketakutan. Akan tetapi, saat aku tertawa, justru suara yang keluar dari mulut ini nyaris sama seperti suara cekikikan khas dari hantu.
Aku sempat terheran beberapa saat, walaupun akhirnya langsung memahami siapa aku sekarang.
Sejatinya kami punya dua kepribadian yang bertolak belakang, aku hanyalah manusia yang dihidupkan kembali oleh seorang pria tua, dan 'menumpang hidup' menggunakan jasad makhluk bergaun merah ini.
Sedangkan makhluk yang kini menguasai diriku, dia hanyalah iblis yang selalu haus akan darah segar, juga kelaparan dan ingin selalu memakan korban nyawa manusia.
Meski kepribadian kami berbeda satu sama lain, kami tetaplah satu wujud dan satu tubuh. Itulah mengapa saat aku tertawa melihat para pemuda yang ketakutan tadi, suara tawaku berubah layaknya suara tawa cekikikan khas seperti hantu.
Kemudian makhluk ini mengajakku untuk pergi menuju ke sebuah rumah, kami melewati barisan rumah warga yang sunyi, melayang dan menyamarkan wujud kami kembali. Saat sampai di depan pintu rumah yang kami tuju, ia turun perlahan dan menapakan kaki kami di lantai teras rumah itu.
"Di dalam sini, ada sesuatu yang sangat kusukai. Bisakah kau mengambilnya untukku?" Pinta makhluk bergaun merah itu.
"Jangan bilang, jika aku harus mengambil darah menjijikan itu lagi untukmu." Sahutku menduga-duga. Namun makhluk itu tak menjawab pertanyaanku, justru ia malah melanjutkan ucapannya.
"Aku bisa mencium aroma darah segar itu saat kita masih berada di tempat para pemuda yang berkumpul tadi. Aromanya membuatku sangat tertarik untuk bisa segera ke sini." Ujar makhluk tersebut seolah mengabaikan apa yang kuucapkan.
Kemudian, perlahan namun pasti. Wujudnya berubah normal kembali menjadi diriku. Akhirnya aku bisa kembali ke wujud asalku. Wujud seorang manusia!
Karena keinginanku sangat bertolak belakang dengan makhluk bergaun merah ini, aku mencoba untuk berlari meninggalkan pekarangan rumah tadi, dan berusaha pergi ke arah pesantren. Tapi lagi-lagi keanehan terjadi.
Kedua kakiku seolah terlalu berat untuk dilangkahkan, bahkan untuk mengangkatnya saja aku tak mampu. Rasanya seperti, kedua kaki ini tertancap kuat di atas tanah yang kupijak. Beberapa kali aku mencoba menggoyangkan hingga ku angkat dengan kedua tanganku sekuat tenaga. Kaki ini seolah tak bergeming.
"Kau tak bisa melawan takdirmu sendiri, kau bisa hidup kembali karena hidup dalam jasadku. Apapun usaha yang kau lakukan, itu percum saja. Kau harus ikuti keinginanku sekarang." Makhluk bergaun merah itu berucap tegas, suaranya yang nyaring sampai memenuhi isi kepala dan memekikan telingaku.
Aku pun tak mampu lagi untuk berontak, sekuat apapun aku berusaha mengelak, kaki ini semakin tertancap kuat di atas tanah. Bahkan rasanya seperti membatu, keras dan kebal saat ku angkat.
Tak berselang lama, kemudian tubuhku kembali bergetar hebat. Rasa panas mulai mengalir di sekujur tubuhku. Aku semakin tak mampu untuk bertahan, hingga akhirnya makhluk bergaun merah itu kembali menguasai diriku lagi.
Makhluk bergaun merah itu kemudian menghampiri teras rumah tadi, lalu mengetuk pintu secara perlahan. Jika ku perhatikan dengan seksama, ketukannya selalu ganjil. Ia melakukan hal tersebut berulang-ulang sembari mengucapkan salam yang tak biasa.
"Assalamu alaiku.." Ucap makhluk tersebut seakan tertahan oleh sesuatu.
Tak berapa lama kemudian, si empunya rumah membukakan pintu. Pemilik rumah itu wanita setengah baya, dengan balutan daster khas ibu-ibu kampung, dan rambut yang panjang terurai.
Saat si pemilik rumah membuka pintu dan melihat kehadiran kami di ambang pintu rumah miliknya, beliau serta merta langsung terkejut saat melihat kami.
Tentu saja, karena penampilan kami yang mengerikan, ditambah seputaran area mulut masih penuh dengan darah dan gigi taring yang panjang. Membuat ibu tersebut pingsan mendadak.
Setelah sang pemilik rumah pingsan dan terkapar lemas, kami langsung masuk ke dalam rumah tanpa permisi. Mata sang makhluk bergaun merah itu langsung tertuju ke area belakang rumah ini, ia seolah tahu dimana lokasi tempat 'sesuatu' yang dia cari.
Ia melayang dengan cepat kilat, hingga membuat angin berhembus di sekitar area yang kami lewati. Bahkan sempat kulihat sekilas, ada beberapa benda yang jatuh dari tempatnya, karena hembusan angin yang menerpa saat kami melewati area tersebut.
Saat 'sesuatu' yang dicari makhluk bergaun merah itu telah ditemukan, ia langsung menjilati benda yang masih penuh baluran darah haid. Pembalut itu mungkin bekas si ibu yang pingsan tadi.
Makhluk itu menjilati darah haid dengan rakusnya, karena apa yang ia makan bisa kurasakan juga. Seketika aku mual saat melihat dan merasakan darah menjijikan tersebut masuk melalui rongga tenggorokanku.
Hingga saat darah haid tersebut sudah habis tak bersisa, makhluk tersebut seolah merasa puas layaknya orang yang sudah merasa kenyang. Ia kemudian berkata padaku,
"Temani aku untuk mengambil beberapa lagi, di wilayah ini sangat banyak makanan kesukaanku." Ajaknya seraya bersemangat.
Tapi karena aku masih merasa mual, aku tak bisa menjawab apapun.
Makhluk tersebut lalu kembali membawaku pergi ke luar rumah ini, meninggalkan si pemilik rumah yang masih terkapar di dekat ambang pintu depan rumahnya. Tanpa menutup pintunya, lalu makhluk yang menguasai diriku ini kemudian bergegas menuju rumah selanjutnya.
Sempat terbesit pikiran kasihan, saat melihat ibu pemilik rumah tadi masih terkulai lemas tak sadarkan diri. Jika saja aku bisa membantunya sejenak, aku ingin membantunya. Namun apalah daya, tubuhku saat ini masih saja dikendalikan oleh iblis yang selalu merasa haus akan darah segar.
Malam itu, kami mengunjungi beberapa rumah warga yang ada di seputaran wilayah itu. Menebar teror ketakutan hingga waktu subuh menjelang.
***
Bersambung...
Comments
Post a Comment