PEMBALASAN DENDAM ARWAH SANTRIWATI EPISODE DELAPAN
Dengan sedikit gugup, aku menjawab ucapannya. Entah mengapa kali ini aku berhadapan dengannya, seluruh tubuh seketika gemetar.
"Baik, Ki. Saya tidak akan melupakan 'perjanjian' kita sebelumnya. Saya akan mengusahakan agar tidak pernah terlambat untuk menepati semua yang telah dijelaskan pada tempo hari itu."
Sang pria tua hanya mengangguk setelah mendengar jawaban, lalu perlahan menghilang dari pandangan mata.
***
POV Herlina
Semua terlihat senang saat melihat kedatanganku, mereka seperti sangat merindukan kehadiranku kembali. Sempat merasa bahagia saat sekembalinya di sini, mereka memberi sambutan hangat. Rasanya seperti, aku telah menemukan rumah kedua untukku pulang.
.
Semua terlihat lebih hangat, bahkan teman sekamarku, Ayu. Dia yang lebih mengkhawatirkan keadaanku, mungkin rasa bersalahnya saat itu membuat dia menjadi merasa canggung. Hingga saat aku beristirahat di kamar bersamanya, dia yang paling antusias mengajakku berbicara.
Namun, di sisi lain. Aku mulai merasa khawatir saat matahari mulai tenggelam dan bersembunyi di balik awan, berganti dengan malam tanpa cahaya bulan. Aku merasa takut jika 'seseorang yang lain' mulai menguasai diriku lagi.
***
Malam pun tiba, semua yang aku khawatirkan kini tak dapat kutahan lagi. Rasa ingin mencari 'aroma' dari darah segar mulai menyeruak memenuhi hati, hingga membuat seluruh tubuh ini menggigil menahan sakitnya.
"Kamu tidak apa-apa, Lin?" Tanya Ayu, dia duduk di tepi ranjang tempatku terbaring menahan sakit.
"Iya, Yu. Aku enggak apa-apa kok. Cuma sekarang aku sering kali tidak enak badan." Sahutku beralasan, mencoba menutupi kebenaran.
"Ooh, mungkin efek dari kecelakaan waktu itu, Lin. Apa perlu kubawakan obat untukmu?" Ujar Ayu menawarkan bantuan.
"Tidak usah, Yu. Cuma minta tolong, sepertinya aku enggak bakal bisa masuk dan shalat berjamaah malam ini. Bisa kan, Yu?" Tanyaku sembari menoleh dan menatap wajah Ayu.
Ayu lalu mengangguk dan melempar senyum tanda setuju, kemudian dia mengambil beberapa perlengkapan shalat dan beberapa kitab, lalu pergi meninggalkanku di kamar sendirian.
Sementara itu, aku masih terus terbaring dan berguling ke kanan dan ke kiri, menahan rasa sakit di sekujur tubuh, terasa sangat panas dan kepala sangat sakit, layaknya tertusuk jarum.
Sepertinya makhluk yang bersemayam dalam tubuh ini berusaha keluar dan menolak pertahanan dariku, meski aku tetap menahannya sekuat tenaga.
Hingga keringat mulai bercucuran membasahi seluruh tubuh, hijab lebar yang kukenakan pun tak luput dari efek basahnya keringat yang mulai membanjiri seluruh tubuh, dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Mulut tak henti-hentinya mengucap istighfar berkali-kali, beberapa lantunan ayat suci Al-Qur'an pun tak luput aku baca sebisanya, sembari menahan sakit yang semakin menjadi-jadi tiap detiknya.
Hingga akhirnya aku tak sanggup menahannya lagi, pertahananku lepas dan aku tak sadarkan diri. Sosok lain itu mulai menguasai dan mengambil alih kendali atas diriku, kemudian makhluk tersebut membawaku pergi ke luar.
Layaknya seseorang yang tengah bermimpi, di alam bawah sadar, masih bisa kulihat dengan jelas apa yang makhluk tersebut lakukan saat menggerakan tubuhku.
Seperti sebuah wayang yang tengah digerakan oleh sang dalang, aku pasrah saat makhluk yang bersemayam dalam tubuh ini mulai bergerak sesuka hatinya mengincar apa yang dia cari.
Makhluk tersebut membawaku terbang ke atap kamar, lalu mulai memperhatikan daerah sekitar, hidungnya mengendus-endus seolah tengah mencium bau yang dia cari demi memuaskan hasratnya.
Ya, dia memang sedang mengincar aroma darah haid yang masih segar.
Pandangannya seakan terhubung dengan kedua mataku, apapun yang ia lihat, aku juga melihatnya. Namun keinginanku dengan makhluk ini sangatlah bertolak belakang.
Beberapa saat kemudian, dia telah menemukan apa yang dicarinya. Tatapan matanya tertuju pada tumpukan sampah, aku sangat yakin itu sampah yang dikumpulkan tadi sore. Biasanya, kegiatan membakar sampah dilakukan ketika kami telah selesai shalat subuh berjama'ah.
Disana terlihat sehelai pembalut yang entah siapa pemiliknya, tapi mahkluk ini seakan menemukan makanan disaat kelaparan. Dia langsung membawa tubuh ini terbang ke arah tumpukan sampah tersebut.
Sesampainya di dekat tumpukan tersebut, mahkluk ini mulai menggerakan tanganku lalu memungut sehelai pembalut penuh darah haid, lalu diciumnya dan dijilati hingga darah haid yang menempel dalam pembalut tersebut habis.
Aku merasa mual, ingin memuntahkan apa yang baru saja masuk ke dalam tenggorokanku. Namun apalah daya, tubuhku masih sepenuhnya dikendalikan oleh mahkluk ini, aku hanya bisa pasrah karena tak bisa menahan keinginan kuat mahkluk ini.
Setelah dia melumat habis darah dalam pembalut tersebut, layaknya orang yang sudah kenyang. Ia membawaku terbang kembali ke arah kamar, lalu memasuki kamar dengan cara menembus dinding.
Sesampainya di kamar ini, mahkluk tersebut merasa puas lalu mengendurkan kendalinya atas tubuh ini.
Aku mulai tersadar, dan bisa sepenuhnya menggerakan tubuhku kembali. Rasa mual dan bau busuk mulai tercium, aromanya membuatku tak tahan. Aku terperanjat saat melihat cermin, bayangan wajahku terpampang jelas dari balik cermin dan menampilkan bibir yang masih penuh dengan sisa darah.
Sontak saja aku berlari menuju kamar mandi, lalu memuntahkan semua yang ada dalam perutku sebisanya. Aku lemas, kubersihkan sisa-sisa bercak darah yang ada di sekitar mulut dan berkumur sampai merasa yakin tidak ada lagi darah menjijikan itu di sela-sela gigiku.
Selepas dari kamar mandi, aku menghempaskan tubuh di atas ranjang, memeluk bantal guling lalu menangis sejadi-jadinya.
***
Bersambung..
Comments
Post a Comment