PEMBALASAN DENDAM ARWAH SANTRIWATI EPISODE DUA

PEMBALASAN DENDAM ARWAH SANTRIWATI PART#2 Hari demi hari telah dilewati, aku sangat nyaman saat berada disini. Suasana yang damai dan sejuk, serta para ustad dan ustadzah yang penuh perhatian pada semua santrinya. Aku juga selalu melaksanakan tugas yang diamanahkan padaku dengan sangat baik, masih saja teringat pesan dari almarhumah ibu saat beliau masih hidup. Dia selalu mengajarkan agar aku harus menyelesaikan semua tugas yang diberikan padaku dengan sangat rapi dan teliti, tak boleh ada yang terlewati. Atas bimbingan almarhumah ibu lah, akhirnya aku menjadi pribadi yang terbiasa untuk menyelesaikan semua tugas dengan baik, bahkan sedari masih kanak-kanak. Perlahan tapi pasti, semua ustad dan ustadzah yang ada disini mulai menyukai kepribadianku, bahkan bisa dibilang mereka menaruh 'perhatian lebih' padaku, dibanding para santri yang lain. Aku juga sering kali dipanggil oleh Bu nyai, beliau selalu memintaku untuk mendampingi tugasnya selama berada di ruang kerja miliknya. Entah hanya sebatas pekerjaan sepele, bahkan untuk menjaga barang-barang pribadinya. Dari situlah, aku tahu, Bu Nyai dan Pak Ustad (suami Bu Nyai) memiliki banyak sekali koleksi perhiasan. Salah satunya adalah cincin batu akik berwarna merah delima, cincin itu menjadi koleksi paling mahal dan satu-satunya benda kesayangan milik Pak Ustad. Pak Ustad dan Bu Nyai sangat percaya padaku, karena mereka menilaiku sebagai gadis yang jujur. Beliau juga pernah memuji parasku yang bisa terbilang cantik, namun hal itu tidak membuatku bangga. Toh, semua ini hanyalah titipan dari Allah. Aku hanya ingin tetap bersikap baik pada semua orang, dan selalu saja kuingat pesan dari almarhumah ibuku. Bahwa kejujuran itu harus kita jaga, dimanapun kita berada. Karena kejujuran itulah yang memudahkan kita untuk mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Namun tanpa kusadari, teman-temanku yang lain justru mulai merubah sikapnya padaku. Meski awalnya aku tak terlalu merasakan perbedaan dari sikap mereka, tapi lambat laun akhirnya aku bisa melihat tatapan sinis mereka padaku. Aku tak tahu apa penyebabnya. Pernah suatu ketika, aku mencoba untuk bergabung dalam sebuah obrolan bersama para santriwati yang lain. Namun saat mereka melihat kehadiranku, sontak saja mereka punya sejuta alasan untuk menghindariku. Aku tak mengerti dengan perubahan sikap mereka padaku saat ini, hingga aku memutuskan untuk mencoba bertanya pada teman sekamarku, Ayu. *** Sore harinya, setelah semua kegiatan di pondok selesai. Aku langsung bergegas menuju kamar. Langkahku sangat tergesa-gesa, pikiranku semakin kacau. Berharap segera mendapatkan jawaban atas perubahan sikap teman-teman padaku. Sesampainya di kamar, aku langsung menghampiri Ayu yang sedang merebahkan tubuh di atas ranjangnya. Aku duduk di samping tempatnya berbaring. "Ayu, mengapa belakangan ini semua orang jadi bersikap aneh padaku?" Ujarku bertanya penuh harap, semoga Ayu sudi untuk mengungkapkannya padaku. Sungguh aku tak biasa jika didiamkan oleh teman-temanku seperti ini. "Aku tak tahu Lin, memangnya ada apa?" Sahut Ayu dengan malasnya. Dia bahkan tak mau untuk sekedar bangkit dari posisinya, menatapku saja tidak. "Belakangan ini, aku merasa teman-teman mulai menjauhiku. Aku tak tahu apa penyebabnya, seingatku, selama ini aku tak pernah melakukan kesalahan fatal pada mereka semua. Aku juga selalu berusaha bersikap baik pada semua orang. Namun, mengapa perlakuan mereka jadi seperti ini padaku?" "Menurutmu, apa ada kesalahan yang tak sengaja aku perbuat hingga menyakiti kalian semua?" Tanyaku lagi memastikan. "Entahlah Lin, aku juga tak mengerti." Tukasnya cuek sembari bangkit dari posisinya. Kemudian dia meninggalkanku sendirian di kamar tanpa pamit. Membuatku makin merasa tak dianggap saat berada disini. Hatiku sakit, pedih, selama ini aku selalu berbuat baik pada semuanya. Aku selalu berusaha untuk menjadi orang yang menyenangkan. Tapi, entah mengapa, semua teman-teman mulai menjauhiku tanpa alasan yang jelas. Beberapa hari berlalu, dengan suasana yang sama. Semua santriwati yang lain seakan tak ada yang mau dekat denganku. Tatapan mereka yang sinis, membuat bathinku makin teriris. Lambat laun, aku mulai sering melamun. Tatapan mataku seakan kosong tanpa arti, saat melihat teman yang lain bisa berbicara dan tertawa bersama. Namun aku hanya seorang diri, tak ada yang sudi menemani. Hingga suatu ketika, aku mulai mendapatkan ide. Entah pemikiran darimana, namun yang jelas. Hanya itu cara satu-satunya yang menurutku sangat tepat untuk kulakukan. Demi mendapatkan kembali perhatian dari teman-temanku. Yaa, aku berniat untuk mencuri cincin batu akik berwarna merah milik Pak Ustad. Aku mengatur rencana sedemikian rupa, untuk melancarkan semua rencanaku. Memang niatku, agar aku bisa memasuki ruangan milik Pak Ustad dan mencuri benda kesayangan miliknya itu. Lalu setelah beliau mulai merasakan kehilangan, disitulah aku berniat muncul dan berperan seolah-olah akulah yang menemukan benda itu. Agar pujian dan perhatian bisa aku dapatkan kembali. Malam itu, aku sudah membulatkan tekad untuk memasuki ruangan milik Pak Ustad. Aku tahu pasti dimana letak benda kesayangannya itu disimpan. Semoga aku berhasil dalam menjalankan niatku kali ini, semua ini kulakukan agar perhatian dan sikap teman-temanku bisa kembali membaik

Comments

Popular posts from this blog

Opor ayam kuning spesial

Sop tahu udang

Kuntilanak diperumahan kosong