PEMBALASAN DENDAM ARWAH SANTRIWATI EPISODE SEMBILAN

Beberapa waktu lamanya aku tersiksa dengan kebiasaan aneh ini, meski ku akui. Dengan adanya makhluk ini, ia membantu untuk membuatku tetap hidup. Namun kebiasaannya untuk memenuhi hasrat yang selalu haus akan darah, membuatku tak tahan. Hingga pada suatu malam, aku bermimpi buruk. Dalam mimpi tersebut, aku bertemu makhluk yang bersemayam dalam tubuh ini. Baru kali ini, aku tahu wujud aslinya seperti apa. Wajahnya sangat mengerikan, bahkan aku pun tak berani menatap wajahnya terlalu lama karena kengeriannya itu. Makhluk ini selalu menggunakan gaun berwarna merah darah, rambutnya yang panjang dan kaku, layaknya sapu ijuk yang keras. Menambah kesan menyeramkan pada wujudnya. Tatapan matanya yang tajam, seolah dipenuhi kebencian. Ia juga tahu, siapa saja orang yang dulu pernah memandang sinis dan selalu menghindar saat aku masih hidup dulu. Dan malam ini, makhluk berencana untuk menyebar fitnah di pesantren ini. Tubuhku terperanjat, bergetar hebat saat masih berada dalam posisi tertidur sebelumnya. Lalu aku dipaksa untuk bangkit oleh makhluk tersebut, dan sepertinya rencana malam ini pasti akan membuat kegaduhan seisi pesantren ini esok harinya. Masih setengah lemas karena baru saja terbangun tiba-tiba saat masih pulas tertidur, tubuh ini bergerak melayang menuju pintu kamar. Lalu menembus pintu tanpa mengeluarkan suara apapun, benar-benar senyap tanpa menimbulkan suara. Entah mengapa, makhluk ini seakan tahu, siapa saja orang yang dulu memandang sinis padaku. Pikiran mulai menduga-duga, sepertinya makhluk ini juga bisa membaca kenangan yang terekam dalam ingatanku dulu. Kemudian dia mulai bergerak melayang di depan barisan kamar para santri, aku pun ikut memperhatikan setiap kamar yang kami lewati saat itu. Biasanya, pada waktu seperti ini, semua santri tengah tertidur dengan sangat lelapnya. Lalu pergerakan kami terhenti, tepat di depan sebuah kamar. Ia mengajakku masuk ke dalam ruangan salah satu santriwati yang ada dengan cara yang sama, menembus dinding! Saat telah berada di dalam kamar tersebut, makhluk ini lalu bergegas menuju lemari tempat penyimpanan barang. Biasanya, setiap kamar memang telah di sediakan setidaknya satu lemari, untuk menaruh barang bawaan milik santri di kamar mereka masing-masing. Aku terkejut saat makhluk ini berdiri tepat di depan lemari penyimpanan barang, pandanganku pun seakan bisa menembus hingga ke bagian dalam pintunya. Padahal setiap lemari pasti memiliki pintu penutup, namun kali ini aku bisa melihat apa saja yang ada di balik pintu lemari berbahan kayu tersebut. Kemudian tanganku terangkat lalu menembus pintu lemari tersebut, mengambil barang berharga yang ada di dalamnya, lalu menyimpan barang tersebut dalam saku gamisku. Aku juga sempat terkejut saat melihat gamis yang kukenakan, seingatku tadi sebelum tidur masih menggunakan gamis lebar berwarna hitam pekat, lalu mengapa kali ini gamisku berubah warna jadi merah sepenuhnya? Bahkan warna ini lebih mendekati warna darah, merah pekat! Kemudian makhluk ini membawa tubuhku pergi keluar dari kamar ini dengan cara yang sama, menembus dinding tanpa mengeluarkan suara. Saat sudah di luar dan berdiam di depan barisan kamar, ia kemudian mengajakku untuk bergerak ke arah kiri, lalu memasuki kamar salah satu santri yang berada tepat di pojokan. Dari barisan kamar yang ada, kamar inilah yang paling ujung, suasana sangat hening disini. Semuanya memang sedang terlelap dalam tidurnya. Aku dibawa masuk ke dalam kamar ini, lalu tanganku merogoh saku dari gamis yang kupakai dan mengambil barang berharga yang tadi sempat kami ambil dari kamar sebelumnya. Mulai dari sini, seketika aku langsung paham. Bahwa makhluk ini berniat untuk menyebar fitnah dan mengadu domba para santri yang ada dalam kamar ini. Hingga membuat santriwati yang menghuni kamar ini dituduh sebagai pelaku pencurian. Dadaku mulai sesak, bathinku tersiksa. Air mata pun tak mampu lagi kubendung. Meski aku tahu, orang yang menghuni kamar ini adalah santri yang dulu sempat menatapku sinis dan selalu menghindar saat aku mencoba dekat dengannya. Namun tak sampai hati aku ingin membalas perbuatannya. Setelah selesai melakukan itu semua, makhluk ini kemudian membawa tubuhku kembali ke kamarku. Sesaat setelah makhluk tersebut melepaskan kendalinya, aku langsung menangis dan menghempaskan tubuhku di ranjang. Pikiranku mulai dipenuhi rasa bersalah. Aku tak tahu harus berbuat apa, ingin kembali ke kamar yang sudah ku kunjungi bersama mahkluk tadi, tiba-tiba tubuhku langsung kejang-kejang. Tak mampu untuk digerakan, bahkan untuk mengeluarkan suara saja tidak bisa, entah mengapa suara ini seakan tertahan di tenggorokan, leher terasa tercekik. Namun, saat aku pasrah dan mengurungkan niatku. Tubuh ini bisa kugerakan dengan bebas kembali. Sepertinya makhluk ini bisa saja mengendalikanku kapan pun ia mau. *** Keesokan harinya, selesai shalat subuh berjamaah. Pesantren ini dihebohkan oleh berita salah satu santri yang kehilangan barang berharga miliknya. Seperti biasanya, pemilik pesantren ini memerintahkan pada semua yang hadir disitu untuk segera melakukan pencarian. Menggeledah semua barang milik para santri, dan setelah ditemukan, si pencuri akan diberikan hukuman yang pantas untuk menjadi contoh bagi para santri lainnya, agar kejadian ini bisa menjadi pelajaran bagi semuanya. Beberapa saat pencarian dilakukan, akhirnya barang berharga itu ditemukan di salah satu lemari penyimpanan milik santri yang ada di kamar paling ujung di antara barisan kamar yang ada. Si pemilik kamar mengelak dan mencoba membela diri, ia merasa tak pernah mencuri barang tersebut. Namun bukti telah menguatkan, hingga perdebatan panjang tersebut, berakhir dengan hukuman yang harus diterima oleh sipemilik kamar. Semua santri yang ada terdiam saat melihat itu, bahkan tak sedikit pula yang menangis terisak. Aku pun tak luput dari rasa sedih dan membuatku ikut menangis. Ingin rasanya dalam hati, aku mengakui kenyataan sebenarnya. Tapi berulang kali pula ternggorokanku seolah tercekik dan membuatku membatalkan niat untuk memberi tahu kejadian yang sebenarnya. Di tengah kerumunan para santri yang sedang menatap iba pada santri yang tengah diberi hukuman, sayup-sayup terdengar suara yang membisik di telingaku. "Kejadian ini akan terus berlanjut, aku akan membuat seisi tempat ini menjadi tak tenang selama aku berada disini bersamamu." Ucap lirih suara bisikan itu. *** Bersambung...

Comments

Popular posts from this blog

Opor ayam kuning spesial

Sop tahu udang

Kuntilanak diperumahan kosong